Pinalti.news - Badan Narkotika Nasional (BNN) akan melakukan penelitian terkait penggunaan ganja untuk keperluan medis bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Kepala BNN, Komisaris Jenderal Polisi Marthinus Hukom, mengatakan penelitian tersebut merupakan kewajiban konstitusional BNN menyusul putusan Mahkamah Konstitusi yang meminta pemerintah mengkaji ulang penggunaan ganja untuk keperluan medis.
"Kami butuh waktu untuk melakukan penelitian karena legalisasi ganja untuk keperluan medis masih menjadi isu (yang perlu dibahas), jadi kami butuh hasil penelitian yang lebih akurat," katanya dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR di Jakarta, Senin.
Penelitian tersebut, menurutnya, akan dilakukan di laboratorium forensik BNN yang merupakan salah satu laboratorium forensik terbaik di Asia Tenggara.
Pernyataan tersebut dilontarkan Hukom saat menjawab pertanyaan anggota Komisi III Hinca Panjaitan mengenai apakah BNN akan melakukan penelitian ganja untuk keperluan medis.
Menurut Panjaitan, permohonan legalisasi ganja untuk keperluan medis sudah sering dilontarkan oleh masyarakat, khususnya para orang tua anak penyandang cerebral palsy, karena ganja dinilai bermanfaat untuk pengobatan mereka.
Baru-baru ini, seorang anak yang menderita cerebral palsy selama 10 tahun mengembuskan napas terakhirnya, katanya.
Orang tua anak tersebut termasuk di antara para pemohon yang mengajukan uji materi UU Narkotika terkait ganja medis.
"Sudah terlalu lama negara membahas penelitian yang belum dimulai. Bahkan, Mahkamah Konstitusi sudah dua kali memutus uji materi UU Narkotika dengan memerintahkan negara untuk melakukan uji materi, dan itu sudah tiga tahun lalu," kata Panjaitan.
Saat ini, penggunaan ganja, termasuk untuk keperluan medis, dilarang keras menurut hukum di Indonesia.
Indonesia menggolongkan ganja sebagai zat Jadwal 1, berdasarkan Konvensi Tunggal PBB tentang Narkotika tahun 1961, yang berarti bahwa ganja tergolong sebagai zat dengan potensi penyalahgunaan yang tinggi, tidak dapat diterima untuk penggunaan medis, dan tidak aman digunakan di bawah pengawasan medis.
Namun, advokasi untuk melegalkan ganja medis semakin berkembang karena potensi manfaat terapeutiknya untuk kondisi medis tertentu, termasuk cerebral palsy.
Penelitian tersebut, menurutnya, akan dilakukan di laboratorium forensik BNN yang merupakan salah satu laboratorium forensik terbaik di Asia Tenggara.
Pernyataan tersebut dilontarkan Hukom saat menjawab pertanyaan anggota Komisi III Hinca Panjaitan mengenai apakah BNN akan melakukan penelitian ganja untuk keperluan medis.
Menurut Panjaitan, permohonan legalisasi ganja untuk keperluan medis sudah sering dilontarkan oleh masyarakat, khususnya para orang tua anak penyandang cerebral palsy, karena ganja dinilai bermanfaat untuk pengobatan mereka.
Baru-baru ini, seorang anak yang menderita cerebral palsy selama 10 tahun mengembuskan napas terakhirnya, katanya.
Orang tua anak tersebut termasuk di antara para pemohon yang mengajukan uji materi UU Narkotika terkait ganja medis.
"Sudah terlalu lama negara membahas penelitian yang belum dimulai. Bahkan, Mahkamah Konstitusi sudah dua kali memutus uji materi UU Narkotika dengan memerintahkan negara untuk melakukan uji materi, dan itu sudah tiga tahun lalu," kata Panjaitan.
Saat ini, penggunaan ganja, termasuk untuk keperluan medis, dilarang keras menurut hukum di Indonesia.
Indonesia menggolongkan ganja sebagai zat Jadwal 1, berdasarkan Konvensi Tunggal PBB tentang Narkotika tahun 1961, yang berarti bahwa ganja tergolong sebagai zat dengan potensi penyalahgunaan yang tinggi, tidak dapat diterima untuk penggunaan medis, dan tidak aman digunakan di bawah pengawasan medis.
Namun, advokasi untuk melegalkan ganja medis semakin berkembang karena potensi manfaat terapeutiknya untuk kondisi medis tertentu, termasuk cerebral palsy.
Sumber: Antara
Tags:
Lifestyle