Jurnalis di Kaltim Diduga Diintimidasi Aspri Gubernur


 Seorang jurnalis di Kalimantan Timur bernama Fatih mengaku mendapat perlakuan intimidatif saat meliput kegiatan yang melibatkan Gubernur Kalimantan Timur, Rudi Mas’ud. Dugaan intimidasi disebut terjadi sejak akhir pekan lalu dan memuncak saat sesi wawancara cegat atau doorstop pada Senin (21/7/2025). Insiden bermula ketika Fatih meliput Musyawarah Daerah (Musda) Partai Golkar, Sabtu malam (19/7/2025). 

Ia tengah merekam reels berisi aktivitas Gubernur saat merasa diawasi oleh ajudan dan staf yang mengikutinya secara intens. “Saya merasa tidak nyaman, ada ajudan yang terus mengikuti dan mengawasi setiap langkah saya. Bahkan ada rekan jurnalis yang ditekan bahunya oleh salah satu asisten pribadi gubernur,” kata Fatih, Rabu (23/7/2025).

Menurut Fatih, situasi makin memanas dua hari kemudian saat dirinya mencoba melakukan wawancara lanjutan di sela doorstop. “Ketika saya masuk pertanyaan kedua, suasana makin tegang. Seorang wanita bernama Senja, yang disebut sebagai asisten pribadi (Aspri) Gubernur, menghampiri saya dan meminta agar saya berhenti menanyakan isu di luar agenda,” jelasnya. Fatih merasa adanya batasan tidak tertulis yang menghambat kerja jurnalistiknya. Ia mengaku tetap bersikap profesional, meskipun setiap pertanyaannya terasa diawasi.

“Saya tetap mencoba profesional dan menyampaikan bahwa publik perlu tahu berbagai isu penting,” ujarnya. Fatih menambahkan bahwa usai kejadian, ia sempat kembali bertemu dengan Gubernur Rudi Mas’ud yang secara langsung menyampaikan permintaan maaf. 

PWI Soroti Ucapan "Tandai-Tandai" dari Aspri Gubernur 

Ketua Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Provinsi Kalimantan Timur, Intoniswan, menyikapi serius dugaan intimidasi tersebut. Ia menyoroti secara khusus ucapan “tandai-tandai” yang dilontarkan oleh Senja. “Senja harus menjelaskan maksud dan tujuannya mengucapkan ‘tandai-tandai’ dan kepada siapa kata-kata tersebut ditujukan. Karena ucapan itu punya konotasi negatif dan bisa ditafsirkan sebagai bentuk ancaman terhadap wartawan atau medianya,” kata Intoniswan.

Menurutnya, dalam situasi seperti itu, asisten seharusnya menyampaikan penjelasan yang bersifat informatif dan tidak mengandung ancaman. Misalnya cukup menyatakan bahwa gubernur kelelahan karena menghadiri rangkaian kegiatan, termasuk peresmian Koperasi Merah Putih di Lempake. “Tidak perlu ada diksi seperti ‘tandai-tandai’. Kalimat itu tidak konstruktif,” tegasnya.

Intoniswan juga mengingatkan bahwa dalam hubungan antara wartawan dan narasumber, kedua belah pihak memiliki hak dan kewajiban masing-masing. “Wartawan memang punya hak bertanya, tapi narasumber juga berhak untuk tidak menjawab. Jadi keduanya harus saling memahami posisi,” ujarnya.

Sumber : Kompas.com 

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama