Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penggeledahan di Kementerian Agama (Kemenag), tepatnya di Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Ditjen PHU), Jakarta Pusat, Rabu (13/8/2025).
"Hari ini tim sedang lakukan giat penggeledahan di Kementerian Agama, Ditjen PHU," kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, melalui keterangan tertulis kepada wartawan, Rabu (13/8/2025).
Penggeledahan dilakukan untuk mencari barang bukti terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi (TPK) pembagian kuota haji 2023–2024 di Kemenag.
"Terkait perkara dugaan TPK kuota haji Indonesia dalam rangka penyelenggaraan haji pada Kemenag tahun 2023-2024,” ujar Budi.
Sebelumnya, kasus ini telah naik ke tahap penyidikan berdasarkan surat perintah penyidikan umum tanpa tersangka pada Jumat (8/8/2025). Potensi kerugian negara dalam perkara ini mencapai Rp1 triliun.
Sebagai bagian dari proses penyidikan, KPK mencegah tiga orang bepergian ke luar negeri sejak 11 Agustus 2025 hingga 11 Februari 2026. Masa pencegahan tersebut dapat diperpanjang sesuai kebutuhan penyidikan. Ketiga orang itu adalah mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas (YCQ), mantan Staf Khusus Menteri Agama Bidang Ukhuwah Islamiyah, Hubungan Organisasi Kemasyarakatan dan Sosial Keagamaan, serta Moderasi Beragama Ishfah Abidal Aziz (IAA), dan pengusaha travel FHM.
Dalam konstruksi perkara, berdasarkan Surat Keputusan yang ditandatangani Yaqut Cholil Qoumas selaku Menteri Agama pada 15 Januari 2024, pembagian kuota tambahan haji sebanyak 20.000 dari Pemerintah Arab Saudi dibagi rata, 50 persen untuk kuota haji khusus dan 50 persen untuk kuota haji reguler di Indonesia.
Secara rinci, kuota tambahan haji khusus sebanyak 10.000 terdiri dari 9.222 untuk jemaah dan 778 untuk petugas haji khusus. Sementara itu, kuota tambahan haji reguler sebanyak 10.000 orang dibagikan ke 34 provinsi. Provinsi penerima kuota terbanyak adalah Jawa Timur 2.118 orang, Jawa Tengah 1.682 orang, dan Jawa Barat 1.478 orang. Provinsi lainnya menerima antara puluhan hingga ratusan kuota.
Pembagian tersebut diduga melanggar Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 Pasal 64 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah, yang mengatur porsi kuota haji khusus maksimal 8 persen dan kuota haji reguler sebesar 92 persen, bukan 50:50.
Sumber : Inilah.com
Tags:
Politik